Bentuk – Bentuk Tempat Suci
Disebutkan
ada berbagai macam bentuk tempat suci umat Hindu. Diantara bentuk – bentuk
tempat suci yang dimaksud ada yang bersifat alami, seperti gunung sebagai
sthana dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan ada pula tempat suci buatan. Adapun
bentuk – bentuk tempat suci umat Hindu yang digunakan untuk memuja kebesaran
Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) antara lain adalah :
1. Gunung
Sampai saat ini umat Hindu masih memiliki
pandangan dan keyakinan bahwa gunung adalah tempat atau linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta istha-dewata dan Roh suci
leluhur. Umat Hindu di India memandang bahwa gunung Maha Meru adalah simbol alam semesta sehingga puncaknya disimbolkan
sebagai tempat bersemayamnya Tuhan beserta segala manefestasinya. Apabila di
India gunung Maha Meru diyakini
sebagai tempat bersemayamnya para dewa – dewa, di Jawa, gunung Semeru dipercaya oleh umat Hindu Jawa
sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya,
sedangkan di Bali gunung Agung yang
dipandang sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi. Begitu juga umat
Hindu yang ada di Lombok dengan gunung Rinjani,
serta tempat – tempat yang lainnnya.
Bagi umat Hindu gunung adalah simbol alam
semesta, di mana puncaknya melambangkan atas (Swah), bagian badannya adalah
alam tengah (Bhuwah), dan pangkalnya adalah alam bawah (Bhur). Disanalah Bhatara
Siwa bersemayam.
2. Lingga
Lingga adalah lambang Siwa. Umat Hindu memiliki
banyak sarana dengan berbagai, macam bentuk yang digunakan untuk memuja
kebesaran Tuhan. Lingga adalah
simbol gunung, yang dikenal dengan istilah Linggacala
artinya lingga yang tetap tidak bergerak. Lingga dan gunung menurut
keyakinan umat Hindu, keduanya digunakan sebagai lambang alam semesta, tempat
bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Di pura Goa Gajah (Daerah Tingkat II
Gianyar) Bali, dapat dijumpai Lingga
yang berjejer tiga di atas sebuah Yoni, tempatnya
di ceruk goa sebelah timur. Lingga tersebut merupakan lingga yang paling unik
dan hanya dijumpai di Goa Gajah. Lingga tersebut di beri nama Tri Lingga.
Berdasarkan bahan yang digunakan untuk
membuatnya, Linga dapat dibedakan sebagai berikut.
a)
Lingga
phala (lingga yang terbuat dari batu).
b)
Kanaka
lingga (lingga yang terbuat dari emas).
c)
Spatha
lingga (lingga yang terbuat dari permata).
d)
Gomaya
lingga (lingga yang terbuat dari tahi sapi dan susu), terdapat di India.
e)
Lingga
cala (lingga sebagai gunung).
f)
Lingga
(dewa – dewi) adalah lingga yang terbuat dari banten, terdapat di Bali.
Berdasarkan bentuknya, Lingga dapat dibagi menjadi
empat bagian, sebagai berikut.
a)
Bagian
puncak lingga yang berbentuk bulat disebut Siwabhaga lingga, merupakan simbol
dari sthana atau linggih Bhatara Siwa.
b)
Bagian
tengah lingga yang berbentuk segi delapan disebut Wisnubhaga, merupakan simbol
dari sthana atau linggih Bhatara Wisnu.
c)
Bagian
bawah lingga yang berbentuk segi empat disebut Brahmabhaga, merupakan simbol
dari sthana atau linggih Bhatara Brahma.
d)
Dasar
lingga yang berbentuk segi empat, dan pada salah satu sisinya terdapat sebuah
saluran menyerupai mulut adalah tempat di mana air dialirkan seperti pancuran.
Dasar lingga ini disebut Yoni.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa, Siwabhaga, Wisnubhaga, dan Brahmabhaga
sebagai bagian dari lingga melambangkan Purusa, sedangkan dasar lingga yang
disebut yoni, melambangkan Pradana. Pertemuan antara Purusa dan Pradana disebut
juga sebagai pertemuan antara Aksara dan Perthiwi, inilah yang mengakibatkan
terjadinya kesuburan.
3. Candi
Dengan majunya peradaban manusia, kemudian
gunung disimbolkan dengan candi. Demikian gunung dipakai sebagai tempat suci
oleh umat Hindu untuk memuja Tuhan, dan candi merupakan bentuk tiruan (replica)
dari gunung (Gunung Maha Meru). Dilihat dari bentuknya, candi melambangkan alam
semesta dengan ketiga bagiannnya, atap candi melambangkan alam atas (Swah Loka)
badan candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah Loka), dan kaki candi
melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi
merupakan salah satu karya manusia yang menurut pandangan umat Hindu adalah
simbol alam semesta. Candi merupakan salah satu hasil budaya bangsa (Indonesia)
yang memiliki nilai seni dan religi yang tinggi.
4. Meru
Meru merupakan simbol atau lambang andha bhuwana (alam semesta), tingkatan
atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan
mikrokosmos).
Berdasarkan penjelasan dari Lontar Andha
Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah lambang alam semesta sebagai
tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya. Meru
adalah lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan lambang alam semesta sebagai
lingih atau sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya secara
objektif. Landasan pembangunan Meru yang difungsikan sebagai tempat untuk
melaksanakan pemujaan roh suci leluhur yang bersemayam di lingkungan komplek
Pura Besakih.
5. Padmasana
Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma berarti bunga teratai dan asana berarti tempat duduk.
Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam pandangan umat Hindu,
padmasana diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang dibangun dalam bentuk bangunan yang menjulang tinggi.
Padmasana itu adalah lambang dari
gunung Maha Meru yang juga sebagai
simbol alam semesta tempat bersthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam
kenyataannya bentuk bangunan padmasana seperti yang sering kita lihat di Bali
(khususnya), adalah sebuah bangunan yang menjulang tinggi dan dibagian bawah
berbentuk Badawang Nala yang dililit
oleh dua ekor naga (Naga Basuki dan Naga Ananta Bhoga). Pada bagian tengah
– belakang terdapat lukisan burung Garuda,
di atasnya terdapat burung Angsa,
dan pada bagian samping kiri dan kanan dari singgasana terdapat lukisan Naga Taksala.
Pada bagian belakang – tengah dari bangunan
padmasana dihiasi dengan lukisan burung garuda. Burung garuda adalah lambang
dari perjuangan untuk mendapatkan kebebasan dengan mencari air kehidupan (tirta
amartha). Garuda adalah lambang manusia yang berjuang di tengah – tengah alam
semesta untuk mencari amartha atau kebebasan yang abadi.
Pada bagian belakang padmasana, di atas burung
garuda dilukiskan burung angsa yang sedang mengembangkan kedua sayapnya. Lontar
Indik Tetandingan menjelaskan bahwa lukisan angsa adalah simbol dari Ongkara.
Kedua sayapnya yang sedang mengembang melukiskan Ardha Chandra, yaitu bulan
sabit. Badannya yang bulat melukiskan Windu,
sedangkan leher dan kepalanya yang menjulur ke atas melambangkan Nada. Angsa adalah jenis burung yang
dalam tradisi Hindu dipergunakan sebagai lambang untuk melukiskan Ongkara yaitu aksara suci Hindu.
Berdasarkan tempatnya ada sembilan macam jenis padmasana,
sebagaimana disebutkan dalam lontar Wariga
Catur Winasa Sari sebagai berikut :
a)
Padma
Kencana adalah padmasana yang terletak di sebelah timur dan menghadap ke arah
barat.
b)
Padmasana
adalah padmasana yang terletak di sebelah selatan dan menghadap ke arah utara.
c)
Padmasari
adalah padmasana yang terletak di sebelah barat dan menghadap ke arah timur.
d)
Padmalingga
adalah padmasana yang terletak di sebelah utara dan menghadap ke arah selatan.
e)
Padma
Asta Sodana adalah padmasana yang terletak di sebelah tenggara dan menghadap ke
arah barat laut.
f)
Padma
Noja adalah padmasana yang terletak di sebelah barat daya dan menghadap ke arah
timur laut.
g)
Padma
Karo adalah padmasana yang terletak di sebelah barat laut dan menghadap ke arah
tenggara.
h)
Padma
Saji adalah padmasana yang terletak di sebelah timur laut dan menghadap ke arah
barat daya.
i)
Padma
Kurung adalah padmasana yang terletak di tengah – tengah menghadap ke arah
pintu luar (Lawangan).
Kesembilan padmasana ini merupakan perwujudan
kongkrit dari ajaran agama Hindu yang meyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa
berada dimana-mana (wyapi wyapaka nirwikara). Sedangkan jenis Padmasana
berdasarkan atas rong (ruang) dan pepalihanya (tingkatannya) dibagi menjadi
lima yaitu :
a)
Padma
Anglayang adalah padmasana yang memiliki tiga ruangan, menggunakan dasar
Badawang Nala dan memakai palih tiga.
b)
Padma
Agung adalah padmasana yang memiliki ruangan dua, memakai dasar Badawang Nala
dan menggunakan palih lima.
c)
Padmasana
adalah padmasana yang memiliki satu ruangan, dan menggunakan dasar Bedawang
Nala dan memakai palih lima.
d)
Padmasari
adalah padmasana yang memiliki satu ruangan, tidak memakai dasar Badawang Nala
dan mempergunakan palih tiga, yaitu palih taman, palih sancak, dan palih sari.
e)
Padmacapah
adalah padmasana yang memiliki ruangan satu, tidak memakai Badawang Nala, dan
mempergunakan palih dua.
6. Pura
Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selain itu pura juga merupakan benteng umat Hindu
yang bersifat rohaniah agar terlepas dari pengaruh – pengaruh yang kurang baik
dalam kehidupan ini. Pura sebagai tempat suci yang umumnya dibagi menjadi tiga
areal dalam satu komplek berbentuk garis horizontal. Adapun areal pura yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a)
Jeroan
merupakan areal atau bagian terdalam dari pura, di mana pada bagian ini
diletakkan atau di bangun pelinggih – pelinggih utama yang melambangkan alam
atas atau Swah Loka.
b)
Jaba
Tengah merupakan bagian tengah dari pura, areal ini melambangkan bagian tengah
dari alam semesta yang disebut Bhuwah Loka.
c)
Jaba
Sisi merupakan bagian luar dari Pura. Areal ini melambangkan alam bahwa dari
alam semesta yang disebut Bhur Loka.
Berdasarkan fungsinya, Pura sebagai tempat suci
umat Hindu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a.
Pura
Jagat (umum) adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida
Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala macam prabhawanNya.
b.
Pura
Kawitan (khusus) adalah pura yang berungsi sebagai tempat suci untuk memuja
Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur.)
Pengelompokan pura sebagai tempat suci memiliki
maksud dan tujuan sebagai berikut :
a.
Untuk
meningkatkan pengertian dan kesadaran umat Hindu bahwa pura adalah tempat
sucinya.
b.
Guna
menghindari adanya salah penafsiran, bahwa dengan adanya banyak pelinggih dalam
suatu pura ajaran agama Hindu dianggap politheistik.
Berdasarkan karakterisasi dan fungsi dari masing
– masing pura, maka keberadaan pura tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat
macam, antara lain sebagai berikut :
A. Pura Umum (Pura Kahyangan Jagat)
Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat
pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya. Pura
ini merupakan tempat pemujaan umum bagi seluruh umat Hindu, yang disebut Pura Kahyangan Jagat. Pura Kahyangan
Jagat adalah tempat suci untuk melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi beserta segala prabhawa atau manifestasi-Nya tanpa membedakan kelen atau
kelompok umat manusia. Adapun yang termasuk Pura Kahyangan Jagat adalah : Pura Sad Kahyangan, Pura Dang
Kahyangan, dan pelinggih – pelinggih Penyawagan.
Pura Sad Kahyangan terdiri dari enam buah pura
yang dipergunakan sebagai sarana untuk memuja Tuhan. Pura Sad Kahyangan juga
disebut sebagai kahyangan inti.
Pura Kahyangan Jagat yang ada di Bali, dibangun
berdasarkan konsep sebagai berikut :
1)
Konsep Rwabhineda
Pada hakekatnya konsep Rwabhineda merupakan satu
kesatuan yang utuh dari Purusa dan Pradhana. Pura Kahyangan Jagat yang dibangun
berlandaskan konsep Rwabhineda, antara lain :
a. Pura Besakih (Kahyangan
Gunung Agung) sebagai Purusa.
b. Pura Batur (Kahyangan
Batur) sebagai Pradhana.
2)
Konsep Catur Lokaphala
Konsep Catur Lokaphala merupakan perwujudan dari
konsep Cadu Cakti, yaitu empat aspek
Kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Adapun Pura Kahyangan Jagat yang
dibangun berlandaskan konsep Catur
Lokaphala, yaitu :
a)
Pura
Lempuyang bertempat di Timur.
b)
Pura
Batukaru bertempat di Barat.
c)
Pura
Puncak Mangu bertempat di Utara.
d)
Pura
Andakasa bertempat di Selatan.
3)
Konsep Sadwinayaka
Konsep Sadwinayaka merupakan landasan filosofis
pendirian Pura Sad Kahyangan yang ada di Bali. Konsep Sadwinayaka memiliki
hubungan dengan konsep Sadkrtih. Adapun Pura Kahyangan Jagat yang dibangun
berlandaskan konsep Sadwinayaka, adalah sebagai berikut :
a)
Pura
Besakih (Kahyangan Gunung Agung)
b)
Pura
Lempuyang Luhur
c)
Pura
Goa Lawah
d)
Pura
Uluwatu
e)
Pura
Batukaru
f)
Pura
Pusering Tasik (Pusering Jagat)
4)
Konsep Padma Bhuwana
Konsep Padma Bhuwana merupakan akulturasi atau
penggabungan antara konsep Rwabhineda, Catur Lokaphala, dan Sad Winayaka
menjadi satu kesatuan yang utuh. Konsep Padma Bhuwana merupakan landasan
pembangunan Pura Kahyangan Jagat yang terletak pada penjuru mata angin dari
alam semesta ini.
B. Pura Territorial
Pura ini memiliki ciri – ciri kesatuan wilayah
sebagai tempat pemuja suatu desa pakraman/adat. Pura territorial ini juga
disebut Pura Kahyangan Desa. Ciri
khas suatu desa pakraman/adat adalah memiliki tiga pura yang disebut Pura Kahyangan Tiga. Pura Kahyangan
Tiga adalah tempat suci umat Hindu yang difungsikan untuk melaksanakan pemujaan
ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya atau manifestasinya
sebagai Tri Wisesa atau Tri Murti. Jenis Pura yang tergolong
Kahyangan Tiga itu adalah sebagai berikut :
1)
Pura Desa atau Pura Bale
Agung
Pura Desa atau Pura Bale Agung merupakan tempat suci
umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma. Dewa Brahma merupakan
prabhawa Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta, yaitu menciptakan segala
yang ada di alam semesta ini.
2)
Pura Puseh
Pura Puseh merupakan tempat suci
umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu. Dewa Wisnu merupakan
prabhawa Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pemelihara semua ciptaan-Nya.
3)
Pura Dalem
Pura Dalem merupakan tempat suci
umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Dewa Siwa. Dewa Siwa merupakan
manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam fungsinya sebagai pemralina atau
pelebur, dengan saktinya yang disebut Dewi
Durgha dan Dewi Uma.
Pura Prajapati merupakan tempat pemujaan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang Prajapati. Pura Prajapati disebut juga Pura Ulu Setra atau Kuburan.
4)
Pura Swagina (Pura
Fungsional)
Pura Swagina adalah tempat suci umat Hindu untuk
melakukan pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya,
di mana para penyungsungnya terikat oleh ikatan swagina atau kekaryaan
yang mempunyai profesi sama dalam sistem mata pencarian hidup.
Adapun jenis – jenis pura yang disungsung oleh
umat yang memiliki profesi yang sama, seperti ;
a)
Pura
Bedugul, oleh umat yang memiliki profesi sebagai peladang.
b)
Pura
Subak (Ulun Suwi), oleh umat yang memiliki swagina sebagai petani.
c)
Pura
Melanting, oleh umat yang memiliki swagina sebagai pedagang.
d)
Pura
Sagara, oleh umat yang memiliki profesi sebagai nelayan/pelaut.
e)
Dan
pura lainnya yang sejenis.
5)
Pura Kawitan
Pura
Kawitan adalah
pura yang penyungsungnya ditentukan oleh ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis kelahiran (Geneologis). Jenis
puranya, seperti :
a.
Sanggah
atau Merajan
b.
Pura
Ibu
c.
Pura
Panti
d.
Pura
Penataran
e.
Pura
Pedharman
f.
Dan
Pura yang lainnya.
Fungsi
Tempat Suci
Pura sebagai tempat suci umat Hindu,
secara umum dapat difungsikan sebagai sarana memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa
beserta manifestasi-Nya, dan juga sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur
dengan berbagai macam tingkatannya.
Sedangkan secara khusus, Pura sebagai
tempat suci yang dapat difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas
umat manusia, baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial.
Tempat suci merupakan salah satu sarana yang potensial bagi setiap individu
umat manusia untuk menggetarkan kekuatan Sang Hyang Atma agar dapat menguasai
unsur – unsur diri manusia yang lainnya. Tempat suci yang suci adalah suatu
areal yang memiliki unsur – unsur kesucian serta dapat menggetarkan kesucian
Sang Hyang Atma yang bersemayam di dalam Padmahrdaya
setiap individu. Tempat suci sebagai sarana untuk membangkitkan kekuatan Sang
Hyang Atma agar getaran kesucian dari Sang Hyang Parama Atma dapat diterima
oleh setiap orang yang mampu menyucikan dirinya.
Di samping berfungsi sebagai sarana
untuk meningkatkan kualitas kesucian umat manusia secara individu, Pura juga
dapat difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kesucian umat
manusia sebagai makhluk sosial. Tempat suci berfungsi sebagai sadhana untuk
meningkatkan berbagai macam ketrampilan umat manusia. Tempat suci bagi umat
Hindu merupakan sarana, guna melangsungkan berbagai macam upacara keagamaan
seperti piodalan. Tempat suci selain digunakan sebagai tempat piodalan, juga
digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara keagamaan yang lainnya, seperti
hari raya Galungan, Kuningan, Siwaratri, Pagerwesi, Saraswati dan yang lainnya.
Pelestarian
Tempat Suci
Berbagai macam bentuk
dan jenis tempat suci yang diwariskan oleh para leluhur kita, perlu
dilestarikan keberadaannya, karena di dalamnya terdapat berbagai macam kekuatan
alam yang dapat mengantarkan kita menikmati keselamatan dan kebahagiaan dalam
hidup ini.
Ajaran agama Hindu yang tertulis dalam
kitab suci weda, menjelaskan bahwa berbhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa dan roh suci leluhur dipandang kurang sempurna jika dilakukan dengan
berdoa atau sujud bhakti. Rasa bersyukur atas anugrah yang dilimpahkan kepada
kita sekalian menjadi sempurna bila sujud bhakti yang kita persembahkan
dilengkapi dengan upakara (sesaji dan tempat suci). Persembahan yang demikian
adalah sebagai yadnya yang sempurna.
Tempat suci sebagai simbol alam semesta beserta
isinya, menurut ajaran agama Hindu dapat difungsikan sebagai sthana Tuhan Yang
Maha Esa beserta prabhawa-Nya dan roh suci para leluhur, hendaknya dipelihara
atau dilestarikan keberadaannya sehingga tetap menjadi suci. Ada beberapa cara
yang dapat dilakukan untuk melestarikan tempat suci yaitu dengan melaksanakan
panca yadnya (Dewa yadnya, Bhuta yadnya, Rsi yadnya, Manusa yadnya, dan Pitra
yadnya). Salah satu contoh pelaksanaan Dewa yadnya adalah membangun tempat
suci, memelihara kebersihannya dan sebagainya. Kemudian salah satu contoh nyata
pelaksanaan Bhuta yadna dalam kegiatan sehari – hari adalah memelihara
lingkungan agar tetap lestari, bersih, aman, dan damai.
Agar upaya – upaya untuk melestarikan keberadaan
tempat suci dapat tercapai dengan baik, terutama memelihara kesucian dan
kesakralannya maka perlu ada Bisama yang harus dipedomani, diketahui, dipahami,
dan dilaksanakan oleh setiap umat antara lain :
1)
Tidak
masuk tempat suci dalam keadaan kotor, cuntaka atau leteh, baik yang disebabkan
oleh diri sendiri maupun oleh orang lain, dan lingkungan di mana kita berada.
2)
Tidak
masuk tempat suci dalam keadaan pikiran, perkataan, prilaku yang dikuasai oleh
amarah atau brahmatya.
3)
Tidak
bercumbu rayu di tempat suci.
4)
Tidak
membawa barang – barang, tumbuh – tumbuhan, dan binatang yang belum disucikan oleh
yang berwenang untuk memasuki tempat suci.
5)
Melarang
dan menghindari binatang masuk tempat suci.
6)
Menghindari
aktivitas hidup dan kehidupan yang dapat mencemari kesucian tempat suci.
Seluruh aktivitas umat manusia yang baik
berdasarkan petunjuk ajaran agama dapat memberikan manfaat untuk terciptanya
kesucian dan kesakralan dari tempat suci. Manusia memiliki kewajiban untuk
mewujudkan hal itu oleh karena hanya dia yang dapat membedakan antara yang baik
dan yang buruk.
Tempat suci biasanya dibangun pada bagian hulu
atau luhan dari tempat pemukiman para krama atau umat. Hal ini melambangkan
sebagai kepala atau sumber pemikiran dari para krama atau umat yang menjadi
pengemponnya. Bila kepala dari pengemponnya dalam keadaan indah, bersih, dan
sehat, maka pada jiwa raga dari para pengempon yang bersangkutan dapat terwujud
kedamaian. Kedamaian yang menjadi idaman setiap umat bersumber pada setiap
pribadi dari umat yang bersangkutan.
Demikianlah keberadaan tempat suci bagi umat
sedharma dalam hidup dan kehidupan ini. Untuk dapat berfungsi sebagaimana yang
kita harapkan adalah menjadi kewajiban umat untuk semata, memberdayakan dan
melestarikannya.
3 komentar:
keren.. big thanks ya
Trimakasih infonya... ijin ambil info tentang bagian lingga segi delapan... maturnuwun.
Terima kasih saya akan menjadi pintar berkat anda🙏🙏🙏
Posting Komentar