Pages

Senin, 20 Januari 2014

Bentuk - Bentuk, Fungsi, dan Pelestarian Tempat Suci


Bentuk – Bentuk Tempat Suci

          Disebutkan ada berbagai macam bentuk tempat suci umat Hindu. Diantara bentuk – bentuk tempat suci yang dimaksud ada yang bersifat alami, seperti gunung sebagai sthana dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan ada pula tempat suci buatan. Adapun bentuk – bentuk tempat suci umat Hindu yang digunakan untuk memuja kebesaran Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) antara lain adalah :


1. Gunung

Sampai saat ini umat Hindu masih memiliki pandangan dan keyakinan bahwa gunung adalah tempat atau linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta istha-dewata dan Roh suci leluhur. Umat Hindu di India memandang bahwa gunung Maha Meru adalah simbol alam semesta sehingga puncaknya disimbolkan sebagai tempat bersemayamnya Tuhan beserta segala manefestasinya. Apabila di India gunung Maha Meru diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa – dewa, di Jawa, gunung Semeru dipercaya oleh umat Hindu Jawa sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi beserta manifestasinya, sedangkan di Bali gunung Agung yang dipandang sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi. Begitu juga umat Hindu yang ada di Lombok dengan gunung Rinjani, serta tempat – tempat yang lainnnya.
Bagi umat Hindu gunung adalah simbol alam semesta, di mana puncaknya melambangkan atas (Swah), bagian badannya adalah alam tengah (Bhuwah), dan pangkalnya adalah alam bawah (Bhur). Disanalah Bhatara Siwa bersemayam.

2. Lingga

Lingga adalah lambang Siwa. Umat Hindu memiliki banyak sarana dengan berbagai, macam bentuk yang digunakan untuk memuja kebesaran Tuhan. Lingga adalah simbol gunung, yang dikenal dengan istilah Linggacala artinya lingga yang tetap tidak bergerak. Lingga dan gunung menurut keyakinan umat Hindu, keduanya digunakan sebagai lambang alam semesta, tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Di pura Goa Gajah (Daerah Tingkat II Gianyar) Bali, dapat dijumpai Lingga yang berjejer tiga di atas sebuah Yoni, tempatnya di ceruk goa sebelah timur. Lingga tersebut merupakan lingga yang paling unik dan hanya dijumpai di Goa Gajah. Lingga tersebut di beri nama Tri Lingga.
Berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuatnya, Linga dapat dibedakan sebagai berikut.
a)    Lingga phala (lingga yang terbuat dari batu).
b)   Kanaka lingga (lingga yang terbuat dari emas).
c)    Spatha lingga (lingga yang terbuat dari permata).
d)   Gomaya lingga (lingga yang terbuat dari tahi sapi dan susu), terdapat di India.
e)    Lingga cala (lingga sebagai gunung).
f)     Lingga (dewa – dewi) adalah lingga yang terbuat dari banten, terdapat di Bali.
Berdasarkan bentuknya, Lingga dapat dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut.
a)    Bagian puncak lingga yang berbentuk bulat disebut Siwabhaga lingga, merupakan simbol dari sthana atau linggih Bhatara Siwa.
b)   Bagian tengah lingga yang berbentuk segi delapan disebut Wisnubhaga, merupakan simbol dari sthana atau linggih Bhatara Wisnu.
c)    Bagian bawah lingga yang berbentuk segi empat disebut Brahmabhaga, merupakan simbol dari sthana atau linggih Bhatara Brahma.
d)   Dasar lingga yang berbentuk segi empat, dan pada salah satu sisinya terdapat sebuah saluran menyerupai mulut adalah tempat di mana air dialirkan seperti pancuran. Dasar lingga ini disebut Yoni.
Dari uraian di atas dijelaskan bahwa, Siwabhaga, Wisnubhaga, dan Brahmabhaga sebagai bagian dari lingga melambangkan Purusa, sedangkan dasar lingga yang disebut yoni, melambangkan Pradana. Pertemuan antara Purusa dan Pradana disebut juga sebagai pertemuan antara Aksara dan Perthiwi, inilah yang mengakibatkan terjadinya kesuburan.

3. Candi

Dengan majunya peradaban manusia, kemudian gunung disimbolkan dengan candi. Demikian gunung dipakai sebagai tempat suci oleh umat Hindu untuk memuja Tuhan, dan candi merupakan bentuk tiruan (replica) dari gunung (Gunung Maha Meru). Dilihat dari bentuknya, candi melambangkan alam semesta dengan ketiga bagiannnya, atap candi melambangkan alam atas (Swah Loka) badan candi melambangkan alam tengah atau alam antara (Bwah Loka), dan kaki candi melambangkan alam bawah (Bhur Loka). Candi merupakan salah satu karya manusia yang menurut pandangan umat Hindu adalah simbol alam semesta. Candi merupakan salah satu hasil budaya bangsa (Indonesia) yang memiliki nilai seni dan religi yang tinggi.

4. Meru

Meru merupakan simbol atau lambang andha bhuwana (alam semesta), tingkatan atapnya melambangkan lapisan alam besar dan alam kecil (makrokosmos dan mikrokosmos).
Berdasarkan penjelasan dari Lontar Andha Bhuwana, dapat kita jabarkan bahwa Meru adalah lambang alam semesta sebagai tempat bersemayamnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya. Meru adalah lambang gunung Maha Meru, gunung merupakan lambang alam semesta sebagai lingih atau sthana Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manefestasinya secara objektif. Landasan pembangunan Meru yang difungsikan sebagai tempat untuk melaksanakan pemujaan roh suci leluhur yang bersemayam di lingkungan komplek Pura Besakih.


5. Padmasana

Padmasana berasal dari kata Padma dan Asana. Padma berarti bunga teratai dan asana berarti tempat duduk. Padmasana adalah tempat duduk dari bunga teratai. Dalam pandangan umat Hindu, padmasana diartikan sebagai simbolis alam semesta sebagai sthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang dibangun dalam bentuk bangunan yang menjulang tinggi.
Padmasana itu adalah lambang dari gunung Maha Meru yang juga sebagai simbol alam semesta tempat bersthananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam kenyataannya bentuk bangunan padmasana seperti yang sering kita lihat di Bali (khususnya), adalah sebuah bangunan yang menjulang tinggi dan dibagian bawah berbentuk Badawang Nala yang dililit oleh dua ekor naga (Naga Basuki dan Naga Ananta Bhoga). Pada bagian tengah – belakang terdapat lukisan burung Garuda, di atasnya terdapat burung Angsa, dan pada bagian samping kiri dan kanan dari singgasana terdapat lukisan Naga Taksala.
Pada bagian belakang – tengah dari bangunan padmasana dihiasi dengan lukisan burung garuda. Burung garuda adalah lambang dari perjuangan untuk mendapatkan kebebasan dengan mencari air kehidupan (tirta amartha). Garuda adalah lambang manusia yang berjuang di tengah – tengah alam semesta untuk mencari amartha atau kebebasan yang abadi.
Pada bagian belakang padmasana, di atas burung garuda dilukiskan burung angsa yang sedang mengembangkan kedua sayapnya. Lontar Indik Tetandingan menjelaskan bahwa lukisan angsa adalah simbol dari Ongkara. Kedua sayapnya yang sedang mengembang melukiskan Ardha Chandra, yaitu bulan sabit. Badannya yang bulat melukiskan Windu, sedangkan leher dan kepalanya yang menjulur ke atas melambangkan Nada. Angsa adalah jenis burung yang dalam tradisi Hindu dipergunakan sebagai lambang untuk melukiskan Ongkara yaitu aksara suci Hindu.
Berdasarkan tempatnya ada sembilan macam jenis padmasana, sebagaimana disebutkan dalam lontar Wariga Catur Winasa Sari sebagai berikut :
a)    Padma Kencana adalah padmasana yang terletak di sebelah timur dan menghadap ke arah barat.
b)   Padmasana adalah padmasana yang terletak di sebelah selatan dan menghadap ke arah utara.
c)    Padmasari adalah padmasana yang terletak di sebelah barat dan menghadap ke arah timur.
d)   Padmalingga adalah padmasana yang terletak di sebelah utara dan menghadap ke arah selatan.
e)    Padma Asta Sodana adalah padmasana yang terletak di sebelah tenggara dan menghadap ke arah barat laut.
f)     Padma Noja adalah padmasana yang terletak di sebelah barat daya dan menghadap ke arah timur laut.
g)   Padma Karo adalah padmasana yang terletak di sebelah barat laut dan menghadap ke arah tenggara.
h)   Padma Saji adalah padmasana yang terletak di sebelah timur laut dan menghadap ke arah barat daya.
i)      Padma Kurung adalah padmasana yang terletak di tengah – tengah menghadap ke arah pintu luar (Lawangan).

Kesembilan padmasana ini merupakan perwujudan kongkrit dari ajaran agama Hindu yang meyakini bahwa Ida Sang Hyang Widhi Wasa berada dimana-mana (wyapi wyapaka nirwikara). Sedangkan jenis Padmasana berdasarkan atas rong (ruang) dan pepalihanya (tingkatannya) dibagi menjadi lima yaitu :
a)    Padma Anglayang adalah padmasana yang memiliki tiga ruangan, menggunakan dasar Badawang Nala dan memakai palih tiga.
b)   Padma Agung adalah padmasana yang memiliki ruangan dua, memakai dasar Badawang Nala dan menggunakan palih lima.
c)    Padmasana adalah padmasana yang memiliki satu ruangan, dan menggunakan dasar Bedawang Nala dan memakai palih lima.
d)   Padmasari adalah padmasana yang memiliki satu ruangan, tidak memakai dasar Badawang Nala dan mempergunakan palih tiga, yaitu palih taman, palih sancak, dan palih sari.
e)    Padmacapah adalah padmasana yang memiliki ruangan satu, tidak memakai Badawang Nala, dan mempergunakan palih dua.

6. Pura

Pura adalah tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Selain itu pura juga merupakan benteng umat Hindu yang bersifat rohaniah agar terlepas dari pengaruh – pengaruh yang kurang baik dalam kehidupan ini. Pura sebagai tempat suci yang umumnya dibagi menjadi tiga areal dalam satu komplek berbentuk garis horizontal. Adapun areal pura yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a)    Jeroan merupakan areal atau bagian terdalam dari pura, di mana pada bagian ini diletakkan atau di bangun pelinggih – pelinggih utama yang melambangkan alam atas atau Swah Loka.
b)   Jaba Tengah merupakan bagian tengah dari pura, areal ini melambangkan bagian tengah dari alam semesta yang disebut Bhuwah Loka.
c)    Jaba Sisi merupakan bagian luar dari Pura. Areal ini melambangkan alam bahwa dari alam semesta yang disebut Bhur Loka.

Berdasarkan fungsinya, Pura sebagai tempat suci umat Hindu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a.     Pura Jagat (umum) adalah pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala macam prabhawanNya.
b.     Pura Kawitan (khusus) adalah pura yang berungsi sebagai tempat suci untuk memuja Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur.)

Pengelompokan pura sebagai tempat suci memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut :
a.     Untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran umat Hindu bahwa pura adalah tempat sucinya.
b.     Guna menghindari adanya salah penafsiran, bahwa dengan adanya banyak pelinggih dalam suatu pura ajaran agama Hindu dianggap politheistik.

Berdasarkan karakterisasi dan fungsi dari masing – masing pura, maka keberadaan pura tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat macam, antara lain sebagai berikut :

A. Pura Umum (Pura Kahyangan Jagat)

Pura ini memiliki ciri umum sebagai tempat pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya. Pura ini merupakan tempat pemujaan umum bagi seluruh umat Hindu, yang disebut Pura Kahyangan Jagat. Pura Kahyangan Jagat adalah tempat suci untuk melaksanakan pemujaan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi beserta segala prabhawa atau manifestasi-Nya tanpa membedakan kelen atau kelompok umat manusia. Adapun yang termasuk Pura Kahyangan Jagat adalah : Pura Sad Kahyangan, Pura Dang Kahyangan, dan pelinggih – pelinggih Penyawagan.
Pura Sad Kahyangan terdiri dari enam buah pura yang dipergunakan sebagai sarana untuk memuja Tuhan. Pura Sad Kahyangan juga disebut sebagai kahyangan inti.
Pura Kahyangan Jagat yang ada di Bali, dibangun berdasarkan konsep sebagai berikut :


1) Konsep Rwabhineda
Pada hakekatnya konsep Rwabhineda merupakan satu kesatuan yang utuh dari Purusa dan Pradhana. Pura Kahyangan Jagat yang dibangun berlandaskan konsep Rwabhineda, antara lain :
a.     Pura Besakih (Kahyangan Gunung Agung) sebagai Purusa.
b.     Pura Batur (Kahyangan Batur) sebagai Pradhana.

2) Konsep Catur Lokaphala
Konsep Catur Lokaphala merupakan perwujudan dari konsep Cadu Cakti, yaitu empat aspek Kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Adapun Pura Kahyangan Jagat yang dibangun berlandaskan konsep Catur Lokaphala, yaitu :
a)    Pura Lempuyang bertempat di Timur.
b)   Pura Batukaru bertempat di Barat.
c)    Pura Puncak Mangu bertempat di Utara.
d)   Pura Andakasa bertempat di Selatan.

3) Konsep Sadwinayaka
Konsep Sadwinayaka merupakan landasan filosofis pendirian Pura Sad Kahyangan yang ada di Bali. Konsep Sadwinayaka memiliki hubungan dengan konsep Sadkrtih. Adapun Pura Kahyangan Jagat yang dibangun berlandaskan konsep Sadwinayaka, adalah sebagai berikut :
a)    Pura Besakih (Kahyangan Gunung Agung)
b)   Pura Lempuyang Luhur
c)    Pura Goa Lawah
d)   Pura Uluwatu
e)    Pura Batukaru
f)     Pura Pusering Tasik (Pusering Jagat)

4) Konsep Padma Bhuwana
Konsep Padma Bhuwana merupakan akulturasi atau penggabungan antara konsep Rwabhineda, Catur Lokaphala, dan Sad Winayaka menjadi satu kesatuan yang utuh. Konsep Padma Bhuwana merupakan landasan pembangunan Pura Kahyangan Jagat yang terletak pada penjuru mata angin dari alam semesta ini.

B. Pura Territorial

Pura ini memiliki ciri – ciri kesatuan wilayah sebagai tempat pemuja suatu desa pakraman/adat. Pura territorial ini juga disebut Pura Kahyangan Desa. Ciri khas suatu desa pakraman/adat adalah memiliki tiga pura yang disebut Pura Kahyangan Tiga. Pura Kahyangan Tiga adalah tempat suci umat Hindu yang difungsikan untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya atau manifestasinya sebagai Tri Wisesa atau Tri Murti. Jenis Pura yang tergolong Kahyangan Tiga itu adalah sebagai berikut :

1) Pura Desa atau Pura Bale Agung
Pura Desa atau Pura Bale Agung merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma. Dewa Brahma merupakan prabhawa Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pencipta, yaitu menciptakan segala yang ada di alam semesta ini.

2) Pura Puseh
Pura Puseh merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu. Dewa Wisnu merupakan prabhawa Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pemelihara semua ciptaan-Nya.

3) Pura Dalem
Pura Dalem merupakan tempat suci umat Hindu untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Dewa Siwa. Dewa Siwa merupakan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam fungsinya sebagai pemralina atau pelebur, dengan saktinya yang disebut Dewi Durgha dan Dewi Uma.
Pura Prajapati merupakan tempat pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai Sang Hyang Prajapati. Pura Prajapati disebut juga Pura Ulu Setra atau Kuburan.

4) Pura Swagina (Pura Fungsional)
Pura Swagina adalah tempat suci umat Hindu untuk melakukan pemujaan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasiNya, di mana para penyungsungnya terikat oleh ikatan swagina atau kekaryaan yang mempunyai profesi sama dalam sistem mata pencarian hidup.
Adapun jenis – jenis pura yang disungsung oleh umat yang memiliki profesi yang sama, seperti ;
a)    Pura Bedugul, oleh umat yang memiliki profesi sebagai peladang.
b)   Pura Subak (Ulun Suwi), oleh umat yang memiliki swagina sebagai petani.
c)    Pura Melanting, oleh umat yang memiliki swagina sebagai pedagang.
d)   Pura Sagara, oleh umat yang memiliki profesi sebagai nelayan/pelaut.
e)    Dan pura lainnya yang sejenis.

5) Pura Kawitan
Pura Kawitan adalah pura yang penyungsungnya ditentukan oleh ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis kelahiran (Geneologis). Jenis puranya, seperti :
a.     Sanggah atau Merajan
b.     Pura Ibu
c.      Pura Panti
d.     Pura Penataran
e.      Pura Pedharman
f.       Dan Pura yang lainnya.





Fungsi Tempat Suci

          Pura sebagai tempat suci umat Hindu, secara umum dapat difungsikan sebagai sarana memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya, dan juga sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur dengan berbagai macam tingkatannya.
          Sedangkan secara khusus, Pura sebagai tempat suci yang dapat difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas umat manusia, baik sebagai makhluk individu, maupun sebagai makhluk sosial. Tempat suci merupakan salah satu sarana yang potensial bagi setiap individu umat manusia untuk menggetarkan kekuatan Sang Hyang Atma agar dapat menguasai unsur – unsur diri manusia yang lainnya. Tempat suci yang suci adalah suatu areal yang memiliki unsur – unsur kesucian serta dapat menggetarkan kesucian Sang Hyang Atma yang bersemayam di dalam Padmahrdaya setiap individu. Tempat suci sebagai sarana untuk membangkitkan kekuatan Sang Hyang Atma agar getaran kesucian dari Sang Hyang Parama Atma dapat diterima oleh setiap orang yang mampu menyucikan dirinya.
          Di samping berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kesucian umat manusia secara individu, Pura juga dapat difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kesucian umat manusia sebagai makhluk sosial. Tempat suci berfungsi sebagai sadhana untuk meningkatkan berbagai macam ketrampilan umat manusia. Tempat suci bagi umat Hindu merupakan sarana, guna melangsungkan berbagai macam upacara keagamaan seperti piodalan. Tempat suci selain digunakan sebagai tempat piodalan, juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara keagamaan yang lainnya, seperti hari raya Galungan, Kuningan, Siwaratri, Pagerwesi, Saraswati dan yang lainnya.



Pelestarian Tempat Suci

          Berbagai macam bentuk dan jenis tempat suci yang diwariskan oleh para leluhur kita, perlu dilestarikan keberadaannya, karena di dalamnya terdapat berbagai macam kekuatan alam yang dapat mengantarkan kita menikmati keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup ini.
          Ajaran agama Hindu yang tertulis dalam kitab suci weda, menjelaskan bahwa berbhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan roh suci leluhur dipandang kurang sempurna jika dilakukan dengan berdoa atau sujud bhakti. Rasa bersyukur atas anugrah yang dilimpahkan kepada kita sekalian menjadi sempurna bila sujud bhakti yang kita persembahkan dilengkapi dengan upakara (sesaji dan tempat suci). Persembahan yang demikian adalah sebagai yadnya yang sempurna.
Tempat suci sebagai simbol alam semesta beserta isinya, menurut ajaran agama Hindu dapat difungsikan sebagai sthana Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya dan roh suci para leluhur, hendaknya dipelihara atau dilestarikan keberadaannya sehingga tetap menjadi suci. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan tempat suci yaitu dengan melaksanakan panca yadnya (Dewa yadnya, Bhuta yadnya, Rsi yadnya, Manusa yadnya, dan Pitra yadnya). Salah satu contoh pelaksanaan Dewa yadnya adalah membangun tempat suci, memelihara kebersihannya dan sebagainya. Kemudian salah satu contoh nyata pelaksanaan Bhuta yadna dalam kegiatan sehari – hari adalah memelihara lingkungan agar tetap lestari, bersih, aman, dan damai.
Agar upaya – upaya untuk melestarikan keberadaan tempat suci dapat tercapai dengan baik, terutama memelihara kesucian dan kesakralannya maka perlu ada Bisama yang harus dipedomani, diketahui, dipahami, dan dilaksanakan oleh setiap umat antara lain :
1)   Tidak masuk tempat suci dalam keadaan kotor, cuntaka atau leteh, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain, dan lingkungan di mana kita berada.
2)   Tidak masuk tempat suci dalam keadaan pikiran, perkataan, prilaku yang dikuasai oleh amarah atau brahmatya.
3)   Tidak bercumbu rayu di tempat suci.
4)   Tidak membawa barang – barang, tumbuh – tumbuhan, dan binatang yang belum disucikan oleh yang berwenang untuk memasuki tempat suci.
5)   Melarang dan menghindari binatang masuk tempat suci.
6)   Menghindari aktivitas hidup dan kehidupan yang dapat mencemari kesucian tempat suci.

Seluruh aktivitas umat manusia yang baik berdasarkan petunjuk ajaran agama dapat memberikan manfaat untuk terciptanya kesucian dan kesakralan dari tempat suci. Manusia memiliki kewajiban untuk mewujudkan hal itu oleh karena hanya dia yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Tempat suci biasanya dibangun pada bagian hulu atau luhan dari tempat pemukiman para krama atau umat. Hal ini melambangkan sebagai kepala atau sumber pemikiran dari para krama atau umat yang menjadi pengemponnya. Bila kepala dari pengemponnya dalam keadaan indah, bersih, dan sehat, maka pada jiwa raga dari para pengempon yang bersangkutan dapat terwujud kedamaian. Kedamaian yang menjadi idaman setiap umat bersumber pada setiap pribadi dari umat yang bersangkutan.
Demikianlah keberadaan tempat suci bagi umat sedharma dalam hidup dan kehidupan ini. Untuk dapat berfungsi sebagaimana yang kita harapkan adalah menjadi kewajiban umat untuk semata, memberdayakan dan melestarikannya.

3 komentar:

Kadekwidana mengatakan...

keren.. big thanks ya

sasadara mengatakan...

Trimakasih infonya... ijin ambil info tentang bagian lingga segi delapan... maturnuwun.

krsna risnawati mengatakan...

Terima kasih saya akan menjadi pintar berkat anda🙏🙏🙏

Posting Komentar